Konflik Kepentingan

- Senin, 30 Januari 2023 | 07:39 WIB
Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)
Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ist)
 
Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi
 
SUARAKARYA.ID: Negara serumpun Indonesia – Malaysia meski tampak manis dalam
bilateral ternyata di sisi lain juga sering konflik, termasuk terkait dengan perbatasan (ingat kasus perbatasan - pulau terluar misal Pulau Sipadan dan Ligitan yang kini milik Malaysia). konflik lain misal berkaitan dengan kebudayaan yang saling klaim terhadap seni – budaya
tertentu yang kemudian memicu riak konflik.
 
Terkait ini, kunjungan resmi PM Malaysia Anwar Ibrahim Senin 9 Januari 2023 lalu menarik dicermati karena adalah yang pertama pasca pelantikannya pada 24 November 2022 lalu (merupakan PM ke-10). Dibalik bilateral ternyata yang harus diwaspadai adalah ancaman perbatasan secara geografis dan kasus Timor Timur harus menjadi pelajaran untuk terus menjaga kedaulatan.
 
Fakta konflik perbatasan dengan Malaysia juga muncul dari kasus Pulau  Sebatik yang ada di Kalimantan Utara dan sampai kini masih menjadi pembahasan serius. Kasus ini tidak bisa terlepas dari perbatasan sebelah utara (wilayah Malaysia) dan bagian selatan (milik Indonesia). Ironisnya di Pulau Sebatik masih belum ada pembatas yang jelas dan
hanya berupa patok.
 
 
Kedua negara sampai kini berusaha menyelesaikan perbatasan dari kedua wilayah untuk menjaga kedaulatan, sementara warga kedua negara hilir mudik di wilayah ini untuk  melakukan aktivitas sosial ekonomi. Penentuan batas menjadi penting karena menyangkut kepastian dan legal formal secara jelas dan kuat mengacu regulasi hukum internasional. Kepastian legal formal akan memungkinkan untuk eksplorasi dari semua potensi sumber daya yang ada untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
 
Kasus lain sengketa juga terjadi untuk Blok Ambalat dengan luas 15.235 km persegi di Selat Makasar perbatasan Sabah (Malaysia) dan Kalimantan Timur (Indonesia). Aspek mendasari dari sengketa Blok Ambalat tidak bisa terlepas dari potensi sumber daya di daerah ini karena mengandung minyak dan gas, hampir seperti Natuna. Malaysia sudah memasukan sengketa daerah ini ke pengadilan arbitrase internasional.
 
Harapannya agar sengketa ini bisa cepat selesai dan dikuasai Indonesia karena ada potensi sumber daya yang cukup besar untuk dioptimalkan sebagai pemasukan negara dari sektor migas. Di satu sisi, Malaysia memang berhak untuk melakukan klaim tersebut tapi di sisi lain ada ketegasan kewilayahan Indonesia sebagai negara kepulauan maka keberadaan Ambalat
secara kewilayahan internasional adalah milik Indonesia. Jadi perlu ada ketegasan nyata yang lebih menguatkan kepemilikan tersebut secara internasional, bukan klaim semata.
 
 
Terlepas dari sejumlah konflik perbatasan dan seni budaya yang muncul dari keduanya, yang jelas negara serumpun ini juga berkepentingan untuk membangun jalinan bilateral secara lebih baik lagi untuk memacu kesejahteraan. Oleh karena itu, kunjungan kali ini membahas sejumlah isu penting dan strategis pertama: kerjasama perlindungan warga negara  keduanya. Presiden Jokowi selalu menegaskan jaminan perlindungan bagi WNI merupakan prioritas sehingga perlu diperkuat dengan MoU perlindungan tenaga kerja.
 
Kedua: kerjasama dalam pendidikan dan pengajaran antar kedua negara berkepentingan terhadap hal ini. Fakta  menguatkan bahwa kini semakin banyak pelajar dari Indonesia yang menempuh studi ke Malaysia dan pastinya ini perlu ada kejelasan dan kerjasama.
 
Ketiga: pembahasan perbatasan menjadi salah satu yang terpenting karena ini menjadi isu sensitif dan menyangkut kedaulatan kedua negara.
 
 
Keempat: percepatan pemulihan ekonomi pasca pandemi. Betapa tidak, pandemi 2 tahun kemarin berdampak sistemik di semua sektor, bukan hanya di sektor kesehatan tapi juga termasuk kepariwisataan. Oleh karena itu, kedua negara terdampak dan karenanya menjadi penting untuk berusaha bisa bangkit kembali dengan upaya bersama.
 
Kelima: kerjasama di bidang ipteks karena era masa depan tidak bisa terlepas dari tuntutan adopsi ipteks sehingga dapat memacu roda perekonomian nasional. ***
 
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
 

Editor: Gungde Ariwangsa

Sumber: Edy Purwo Saputro

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Piala Dunia U20: Berharap 'Sesuatu' Tak Terjadi

Senin, 27 Maret 2023 | 13:23 WIB

Ancaman Konsumtif

Senin, 27 Maret 2023 | 03:26 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Mendapat Petunjuk

Senin, 27 Maret 2023 | 00:45 WIB

Membangun Empati Pada Keselamatan Lalu Lintas

Minggu, 26 Maret 2023 | 21:19 WIB

Ramadan: Evaluasi, Tindaklanjut dan Istiqamah 4

Minggu, 26 Maret 2023 | 08:56 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Janji Kemenangan

Minggu, 26 Maret 2023 | 00:45 WIB

Ramadan : Evaluasi, Tindaklanjut dan Istiqamah 3

Sabtu, 25 Maret 2023 | 11:42 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Kewajiban Berpuasa

Kamis, 23 Maret 2023 | 00:45 WIB

Putusan PN Jakpus VS Konstitusi UUD 45

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:29 WIB

Kemewahan Vs Keresahan

Senin, 20 Maret 2023 | 02:25 WIB

Urgensi Pendataan

Rabu, 15 Maret 2023 | 12:06 WIB

Mengakhiri Pembelian Barang Bekas

Senin, 6 Maret 2023 | 15:53 WIB

Syariah dan Potensinya

Senin, 6 Maret 2023 | 01:35 WIB
X