Oleh: Syamsudin Walad
SUARAKARYA.ID: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengklaim akan merayakan HUT ke 50 pada 10 Januari 2023 mendatang. Pada kenyataannya, sejarah mencatat usia PDIP sesungguhnya tak sampai 50. Hitungan tahun lahir 1973 adalah buat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) bukan PDIP. Adapun Ketua Umum PDI terakhir sebelum partai ini tenggelam adalah Soerjadi.
Di era Orde Baru, pemerintah melakukan perampingan partai politik dan hanya ada tiga partai besar yang diakui, yakni Golkar, PPP dan PDI.
PDI berdiri pada 1973 yang merupakan gabungan lima partai (PNI, Partai IPKI, Parkindo, Murba, dan Partai Katolik). Namun, partai ini selalu mendapatkan suara kecil ketika Pemilu.
Baca Juga: Kalau Mau, PDIP Bisa Penuhi Perjanjian Batu Tulis Sambil Diam-diam Main Dua Kaki
Pada Pemilu 1977 misalnya, PDI hanya memperoleh 8,05 persen (29 kursi). Sementara pada Pemilu 1982, partai ini cuma dapat 6,66 persen atau 24 kursi.
Saat hendak mengikuti Pemilu ketiga kalinya, Soerjadi yang kala itu menjadi Ketua DPP PDI mencari cara untuk menaikkan pamor partai dan mencari dukungan masyarakat.
Sebagaimana tertuang dalam buku Megawati Soekarnoputri: Dari Ibu Rumah Tangga ke Panggung Politik, Sumarno menerangkan, Soerjadi berhasil menarik trah Sukarno dengan bergabungnya Megawati dan Guruh Sukarno ke dalam PDI, tujuannya untuk mendongkrak suara partai.
Ketika Pemilu 1987, PDI berhasil menaikkan elektabilitas dengan memperoleh 10 persen suara atau setara 40 kursi. Lalu, di masa Pemilu 1992, PDI mendapatkan 14 persen dukungan yang setara 56 kursi.
Baca Juga: Megawati Segera Umumkan Capres PDIP, Ganjar dan Puan Masih Belum Pasti
Sebenarnya, kehadiran Megawati ini sukses menaikkan pamor politik partai PDI. Akan tetapi, Soerjadi berpikir bahwa pencapaian ini menimbulkan keresahan dan tidak disukai oleh pemerintahan Soeharto.
Pada 21 Juli 1993, Kongres IV PDI dilaksanakan di Medan. Pada pertemuan ini, Soerjadi dipilih menjadi Ketua Umum PDI. Namun, jabatan ini tidak disetujui oleh beberapa pihak.
Kala itu salah satu orang yang menentang adalah Jacob Nuwa Wea. Ketika penyusunan struktur partai baru diadakan, Jacob menerobos bersama pasukan yang dibawanya ke kongres.
Pada Agustus 1993, Menkopolhukam Soesilo Sudarman mengatakan Kongres Medan tidak sah dan memutuskan menggelar kongres luar biasa (KLB) PDI di Surabaya (selanjutnya KLB Surabaya).
Artikel Terkait
Makan Siang Bersama, Ini Yang Diobrolkan Puan Maharani dan Gibran
Perlihatkan Kepedulian, Ganjar Pranowo Perbaiki 50 Rumah Kader saat HUT ke-50 PDIP
Ganjar Tetap Kerja Meski Tahun Baru, Tinjau RS sampai Pos Damkar