Tanggulangi Macet, Sepeda Motor Dimasukan Ganjil Genap Kenapa Tidak?

- Sabtu, 7 Mei 2022 | 19:13 WIB

Sesungguhnya berbagai aturan, terutama UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 yang telah lama dibuat pemerintah harus benar-benar ditegakan. Apalagi, dalam salah satu pasal pada aturan itu dengan tegas diwajibkan pengendara  mengamati kondisi lalu lintas sekitar dan memberikan isyarat saat akan berbelok atau berpindah lajur. Artinya, tidak ditolelir perbuatan melawan arus. Kendaraan sendiri pun telah dilengkapi dengan lampu sein kiri dan kanan. Namun masih banyak kendaraan yang tiba-tiba belok atau berbalik arah tanpa menyalakan lampu sein. Padahal jarak aman dianjurkan untuk memberi isyarat 10-20 meter sebelum belokan, tergantung kecepatan.

Pada dasarnya pelanggaran terjadi karena nekat. Kebanyakan pelanggaran semacam ini dilakukan oleh pesepeda motor. Bukan hanya melawan arus, tetapi menerobos jalur, sampai menggunakan trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki.  Padahal mereka tahu bahwa perbuatan tersebut menimbulkan kemacetan, membahayakan dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas.

Kemacetan arus lalu lintas selain merugikan dari segi materi yaitu membuang BBM sia-sia dan waktu juga  bisa menyebabkan stress atau emosional. Tetapi apa hendak dikata, adalah fakta jumlah kendaraan meningkat 8 persen per tahun, sedangkan penambahan ruas jalan hanyalah 0,01 persen per tahun. Itu berarti jutaan kendaraan berebut 42,3km² luas jalan setiap harinya, dan sebanyak 98,8 persen dari jumlah ini adalah kendaraan pribadi.

Ganjil Genap Untuk sepeda motor

Mengapa mereka sampai harus menggunakan kendaraan pribadi, terutama mobil, karena harus mengeluarkan biaya lebih besar belum lagi capeknya kala terjadi macet? Bukankah lebih nyaman menggunakan Busway atau KRL? Faktanya tidak sesederhana itu. Untuk warga di kota-kota penyangga Jakarta seperti Bekasi misalnya, untuk menjangkau Busway atau Stasiun Kereta Api, butuh angkutan umum lagi. Seringkali harus sambung menyambung dahulu baru bisa naik kereta api atau Busway. Akhirnya mereka memilih menggunakan kendaraan sendiri yang selanjutnya ikut andil buat kemacetan.

Lantas langkah-langkah apalah yang dapat dilakukan untuk atasi kemacetan lalu lintas di Jakarta? Bagusnya semuanya saling mendukung dan bersinergi. Salah satunya dengan menambah moda transportasi umum yang mudah dan gampang dijangkau warga masyarakat. Hal ini, katanya, tengah dilakukan Pemprov DKI Jakarta antara lain dengan membangun proyek MRT sebagai alternatif moda transportasi umum.

MRT Jakarta yang berbasis rel rencananya akan membentang kurang lebih ±110.8 KM yang terdiri dari Koridor Selatan-Utara (Koridor Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang kurang lebih ±23.8 KM dan Koridor Timur-Barat sepanjang kurang lebih ±87 KM.

Mega proyek MRT dilengkapi dengan CCTV yang akan terintegrasi langsung dengan portal Jakarta Smart City. Harapannya, dengan adanya MRT, Kota Jakarta berhasil mencapai indikator smart mobility. Tidak itu saja, perlu dibuat dan digalakan sistem transportasi bawah tanah berupa terowongan untuk jalur kereta api atau bus. Bahkan bila perlu dan memungkinkan membuat sistem transportasi air pada sungai Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur (BKT).

Busway yang saat ini sudah dirasakan warga manfaat dan kenikmatannya sangat perlu dilakukan penambahan armada dan rute-rute, termasuk untuk membuka rute di daerah penyangga seperti Depok, Tangerang, Bekasi, Serpong bahkan sampai Bogor. Saat ini, total jumlah armada bus Transjakarta atau Busway yang beroperasi sebanyak 1.233 unit.

Jumlah armada Busway tersebut sudah termasuk milik PT Transjakarta dan 8 operator yang bermitra dengan PT Transjakarta. Tercatat jumlah armada milik PT Transjakarta itu sebanyak 244 unit. Terdiri dari 172 bus gandeng, 66 bus single dan 6 unit bus tingkat. Selain itu, Kementerian Perhubungan juga memberikan bantuan Bus Rapid Transit single sebanyak 600 unit.

penambahan armada dan rute untuk kota-kota penyangga seperti Bekasi, misalnya, dirasakan sangat penting dan bermanfaat. Ketika selama Covid-19 2020 – 2021 distop sementara trayek Busway dari dan ke Bekasi dapat dirasakan sulit dan mahalnya apabila bekerja setiap hari menggunakan kendaraan umum ke Jakarta. Naik Patas ke Blok M atau ke mana saja dari Bekasi tarifnya Rp15 ribu. Maka bisa dihitung pengeluaran satu orang mencapai Rp50 – Rp60 ribu. Ketika jalan-jalan masih lancar selama Covid-19, pengeluaran sebesar itu sudah cukup untuk kendaraan pribadi (mobil). Oleh karena itu, sangat disarankan jika rute Busway sampai Cikarang dan Terminal Bekasi lewat Sepanjang Jaya - Rawapanjang sehingga menjadi empat trayek/rute yang niscaya akan semakin mengurangi penggunaan kendaraan pribadi setiap hari kerja. Berkebetulan shelter Busway sudah ada di Rawapanjang dan sudah pernah dilayani. Sayangnya, entah alasan apa rute/trayek itu tidak dilayani hingga tetap diisi bus-bus dari PO swasta.

Jika trayek-trayek baru terus diperbanyak di kota-kota penyangga Jakarta, niscaya penggunaan kendaraan pribadi akan semakin berkurang. Kalau ternyata masih terikat nikmat gunakan mobil pribadi, maka alternatif berikutnya mengurangi kemacetan Jakarta dengan memperluas/memperbanyak ruas-ruas jalan yang termasuk kawasan ganjil genap. Kalau sebelumnya baru 13 mengapa tidak dinaikan menjadi 20 ruas jalan. Bahkan bila perlu langsung dilipat dua menjadi 26 ruas jalan.

Tidak itu saja, untuk mewujudkan asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law dalam perlalulintasan dimana setiap warga negara dan tentunya yang masuk kendaraan bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan tanpa ada pengecualian,  maka perlu pula diterapkan persamaan kedudukan kendaraan di jalan-jalan di Kota Jakarta. Jika terhadap mobil diberlakukan ganjil genap mengapa tidak diberlakukan pula hal sama terhadap sepeda motor. Apalagi jumlah sepeda motor atau roda dua ini berlipat-lipat dari mobil. Pemberlakukan ganjil genap terhadap sepeda motor niscaya akan menekan kemacetan yang selama ini sudah mengular di Jakarta.

Kebijakan ini boleh jadi sangat ditentang warga di Jabodetabek. Ganjil genap untuk mobil saja diprotes warga Bekasi dengan menggugat Gubernur DKI Anies Baswedan. Tetapi tanpa keputusan penanggulangan kemacetan termasuk yang radikal seperti itu hal sulit mengatasi kemacetan Jakarta yang sudah sangat mengkhawatirkan. Dan alternatif penanggulangan apa saja pun dilakukan; ganjil genap mobil dan motor, peningkatan moda transportasi umum mulai dari Busway, KRL, angkutan umum bawah tanah, tidak akan mencapai sasaran apabila tidak saling mendukung dan saling berkaitan. Sosialisasi terhadap warga pun perlu terus menerus dilakukan bahwa untuk menghindari stres menyetir mobil dan mengendarai sepeda motor di belantara kemacetan Jakarta, maka pilihlah angkutan umum Busway full AC  dan KRL/Commuter Line yang bebas macet  dan tepat waktu atau moda transportasi umum lainnya yang juga menyuguhkan kenyamanan serta ketertiban bagi penggunanya.***

*Wilmar Pasaribu - wartawan senior Suara Karya.id

Halaman:

Editor: Gungde Ariwangsa

Tags

Artikel Terkait

Terkini

HIKMAH RAMADHAN: Keteguhan & Keimanan

Rabu, 29 Maret 2023 | 00:45 WIB

Puasa dan Produktifitas Kinerja

Selasa, 28 Maret 2023 | 06:46 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Halal dan Haram

Selasa, 28 Maret 2023 | 00:45 WIB

Piala Dunia U20: Berharap 'Sesuatu' Tak Terjadi

Senin, 27 Maret 2023 | 13:23 WIB

Ancaman Konsumtif

Senin, 27 Maret 2023 | 03:26 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Mendapat Petunjuk

Senin, 27 Maret 2023 | 00:45 WIB

Membangun Empati Pada Keselamatan Lalu Lintas

Minggu, 26 Maret 2023 | 21:19 WIB

Manfaat Tambahan Cuti Bersama Lebaran Jadi 7 Hari

Minggu, 26 Maret 2023 | 21:18 WIB

Ramadan: Evaluasi, Tindaklanjut dan Istiqamah 4

Minggu, 26 Maret 2023 | 08:56 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Janji Kemenangan

Minggu, 26 Maret 2023 | 00:45 WIB

Ramadan : Evaluasi, Tindaklanjut dan Istiqamah 3

Sabtu, 25 Maret 2023 | 11:42 WIB

HIKMAH RAMADHAN: Kewajiban Berpuasa

Kamis, 23 Maret 2023 | 00:45 WIB

Putusan PN Jakpus VS Konstitusi UUD 45

Rabu, 22 Maret 2023 | 11:29 WIB
X