Lihatlah di dua ruas jalan berbeda arah yang sontak macet total sehingga sopir-sopir bagai berlomba bunyikan klakson. Bising, sungguh tidak enak didengar. Boleh jadi karena bunyi klakson itu mewakili suasana hati kesal si pengemudi itu sendiri melihat macet sumpek di hadapannya. Apa penyebab? Tabrakankah? Ada demo atau keributan di tengah jalan? Tidak! Ternyata hanya karena satu gerobak pedagang terguling akibat pendorongnya tidak kuat menjaga keseimbangan saat gerobaknya didorong menyeberang melompati pembatas jalan. Pipa-pipa besi bakal penyangga tenda tempat berjualan sea food dan pecel lele tercecer di jalan di kedua arah.
Kendaraan stop di dua arah berlawanan. Seorang sopir mobil box yang tidak sabar hendak memaksakan diri melintas dengan menggilas pipa besi. Pendorong gerobak protes keras ulah sang sopir. Sambil mengangkat sebatang pipa besi dia mengancam bakal menghancurkan kaca mobil box jika benar-benar digilas pipa besi penyangga tenda. Cekcok mulut membuat macet makin memanjang.
Gerobak, seringkali menjengkelkan manakala pedagang bergerobak itu mendorong gerobaknya santai di jalur kanan dengan melawan arah tanpa peduli ulahnya menyusahkan pengendara. Bahkan memacetkan arus lalu lintas. Sopir-sopir yang jagi malas bunyikan klakson karena pura-pura tidak didengar akhirnya hanya kuasa mengelus dada menyaksikan gaya si pedagang gerobak.
Banyak pelanggaran lalu lintas yang menjengkelkan terjadi di jalan-jalan Kota Jakarta. Jika tidak sabar dan berhati-hati melintas seperti di jalan di kawasan Jatinegara bisa terjadi adu kepala entah itu antara sepeda motor dengan sepeda motor atau antara mobil dengan sepeda motor yang datang melawan arah dan tanpa peduli jalan yang dilalui lagi padat pula. Dia asyik saja mendengarkan musik lewat headset HPnya.
Jika anda berkebetulan mengendarai mobil di sana, jangan coba-coba berpegang pada aturan main perlalulintasan. Senggol gerobak atau sepeda motor entah itu yang melawan arah/arus, anda tidak hanya dicap tak berperikemanusiaan. Tidak ada jaminan anda tak dikeroyok setelah diprovokatori pemotor atau pendorong gerobak itu. Itu berarti anda harus pula mengganti rugi kerusakan sepeda motor atau gerobak yang anda disenggol.
Bukankah sepeda motor dan gerobak yang melawan arus itu melanggar aturan lalu lintas? Bukankah gerobak tidak membayar pajak (jalan). Sekedar pajangankah UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009? Tidak dibutuhkan pertanyaan-pertanyaan dan teori-teori bagus dalam hal ini. Di jalan-jalan di Jakarta ini seringkali tata tertib berlalulintas tidak penting. Siapa yang berani nekat dia bisa seenaknya. Kalaupun ada larangan masuk gerobak, pedagang bergerobak tak mau tahu dan tak peduli kalaupun perbuatannya itu merugikan orang lain. Begitu juga pemotor, ramai-ramai dan terus menerus lawan arus/arah, mengusir pejalan kaki di trotoar, tetap saja tidak masalah selagi tak ada polisi lalu lintas. Kalaupun ada seringkali hal seperti itu dilewatkan saja karena sudah terlalu sering dan banyak.
Kalau ada yang berteriak, negara ini negara hukum woi jadi di jalan raya (berlalulintas) pun ada persamaan di hadapan hukum atau equality before the law, itu lagi-lagi hanya sekedar teriakan saja. Hampir tidak ada sanksi bagi pedagang gerobak yang melawan arus lalu lintas dan memasuki ruas jalan yang tertutup untuk gerobak. Begitu pula terhadap sepeda motor yang melawan arus, tetap saja disalahkan pengendara mobil yang menyenggolnya. Risiko dari senggolan harus ditanggung sopir mobil sendiri kendati pesepeda motor yang menghadang dari arah berlawanan.

Jumlah kendaraan yang tak sebanding panjang jalan sebabkan kemacetan
Dalam kondisi macet dan semrawut begitu, bagaimana cara terbaik mengatasi kemacetan di Jakarta? Janji hampir setiap calon gubernur dikaitkan dengan hal ini. Berbagai macam solusi pun diutarakan dan dicoba untuk diwujudkan ketika sudah resmi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Namun merealisasikan teori-teori menjadi kenyataan bukanlah hal mudah. Ada yang hanya bisa teorinya saja, prakteknya tidak tahu dari mana memulainya.
Artikel Terkait
IKN Resmi Dipindah, Mujiyono: Ekonomi Jakarta Bakal Anjlok, Polusi Dan Macet Tetap Ada