Di sisi lain, teknologi pengemasan makanan yang baru sedang dikembangkan dalam menanggapi permintaan konsumen dan tren dalam produksi industri untuk menjaga kesegaran makanan dengan umur simpan diperpanjang dan kualitas terkontrol. Oleh karena itu, semakin penting untuk menggunakan alternatif bahan baku lain selain minyak bumi agar konsumen menjadi lebih sadar dan semakin memilih kemasan film yang ramah lingkungan.
Beberapa alternatif, seperti biopolimer, dipelajari untuk mengurangi dampak plastik terhadap lingkungan. Biopolimer ini termasuk pati, turunan selulosa, kitosan, gum, protein yang berasal dari hewan atau tumbuhan dan bahan lipid yang digunakan untuk menghasilkan produk film tipis dan pelapis untuk menutupi makanan segar atau olahan dan memperpanjang umur simpannya.
Biopolimer secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama berdasarkan asal dan produksinya. Yang pertama meliputi polimer, seperti karagenan, kitosan dan pati, yang langsung diekstraksi/ dihilangkan dari biomassa. Yang kedua menggunakan biomonomer terbarukan secara kimiawi mensintesis polimer, seperti asam polilaktat (PLA), biopoliester yang dipolimerisasi dari monomer asam laktat. Yang terakhir termasuk polimer yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau secara genetik bakteri yang dimodifikasi, terutama polihidroksialkanoat.
Hampir semua produk, bahkan sayuran, membutuhkan semacam kemasan untuk perlindungan selama transportasi, penanganan, penyimpanan dan penggunaan. Jadi, sekitar 99,8% dari semua makanan dan minuman adalah dijual dan dikemas. Oleh karena itu, selain mengembangkan jenis bahan pengemas berbasis polimer, industri makanan juga terus mengembangkan teknologi baru yang meningkatkan kualitas produk dan memperpanjang umur simpan dan nilai produk, mengurangi pembusukan dan pemborosan dengan berbagai aplikasi yang memanfaatkan interaksi antara kemasan dan bahan pangan.
Pengemasan aktif (active packaging) adalah salah satu sistem pengemasan di mana produk dan lingkungannya berinteraksi untuk memperpanjang umur simpan, meningkatkan keamanan dan sifat sensorik, sambil mempertahankan kualitas produk (Prasad dan Kochhar, 2014). Bahan aktif digunakan dalam pengemasan ini sebagai "bahan yang dimaksudkan untuk memperpanjang" umur simpan makanan dan untuk mempertahankan atau memperbaiki kondisi makanan kemasan. Pengemasan aktif sengaja dirancang dengan memasukkan komponen yang dapat melepaskan zat ke dalam makanan yang dikemas atau lingkungan sekitarnya atau menyerap beberapa zat dari makanan atau lingkungan.
Bahan pembentuk film alami dapat digunakan, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari sistem pengemasan plastik. Sistem pengemasan ini dapat diklasifikasikan: sesuai dengan fungsinya: oxygen scavenger (pemerangkap oksigen), ethylen scavenger (pemerangkap etilen), moisture absorber (pengontrol kelembaban), penghilang bau, emisi karbon dioksida, agen antimikroba dan antioksidan.
Sistem pengemasan ini menggabungkan senyawa yang berbeda ke dalam bahan pengemasan dibandingkan dengan menambahkannya langsung ke produk.
Inovasi lainnya adalah kemasan cerdas (smart packaging) yang menggunakan sensor dan/atau perangkat internal atau eksternal untuk memantau makanan produk dan menampilkan informasi yang relevan, meningkatkan keamanan produk dan memperluas umur simpan selama distribusi dan penyimpanan. Kemasan cerdas sebagai suatu sistem yang memberikan informasi kepada konsumen tentang kondisi kualitas makanan dan tidak boleh melepaskan konsituennya atau komponen tertentu yang terkandung di dalamnya ke dalam makanan.
Sistem cerdas dapat ditempatkan di luar permukaan kemasan dan dapat dipisahkan dari makanan oleh barier atau penghalang fungsional yang mencegah migrasi zat dari di balik penghalang itu ke dalam makanan. Di balik penghalang fungsional, zat yang tidak diizinkan dimungkinkan dapat digunakan, asalkan memenuhi kriteri atau standar tertentu.
Kedua inovasi kemasan ini harus memiliki bahan yang sesuai dan efektif untuk tujuan penggunaan yang dimaksudkan, tidak boleh kemasan melepaskan komponen atau kandungan tertentu ke dalam makanan yang dapat membahayakan kesehatan manusia atau menyebabkan hal yang tidak dapat diterima dari sisi perubahan komposisi atau karakteristik organoleptik makanan, tidak boleh menyesatkan konsumen dengan pelabelan dan diperbolehkan mengandung presentasi atau materi iklan. ***
Mika Margareta, mahasiswi Program Doktoral Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB).
Artikel Terkait
Cerdas Memakai Kemasan Makanan Higienis-Efektif-Ekonomis Selama Pandemi: Dukung Ekonomi Sirkular
Mentan SYL Paparkan Peran Milenial Untuk Pertanian Masa Depan
Kementan Berkomitmen Perkuat Produksi Pinang Penuhi Ekspor