Oleh Aufa Pradana S
SUARAKARYA.ID: Limabelas (15) tahun sudah Angela Merkel berkuasa sebagai Pemimpin Jerman. Selama kurun waktu itu, sang Kanselir Jerman harus turun dari jabatannya. Masa kepemimpinan yang cukup lama bagi pemimpin negara perempuan di Benua Eropa itu.
Selama Merkel sebagai Kanselir, Jerman dibawah komandonya mampu bertransformasi sebagai negara maju dengan kapasitas industri terbesar di dunia.
Salah satu prestasinya yang signifikan adalah ketika perempuan bertangan dingin ini mampu menyelamatkan Jerman dari krisis ekonomi global 2008 dengan kebijakan schuldenbremse-nya.
Kebijakan tersebut merupakan kebijakan rem utang untuk menekan peningkatan utang dengan membatasi defisit anggaran sebesar 0,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu Merkel juga berperan penting dalam menguatkan Uni Eropa sebagai entitas supranasional yang memiliki dominasi otoritas terbesar di dunia.
Sejauh ini figur pengganti yang memiliki kesamaan dengan Merkel jatuh kepada Olaf Scholz. Scholz sendiri merupakan politisi beken dari partai Sozialdemokratische Partei Deutschland (SPD) yang sudah malang melintang di pemerintahan Angela Merkel. Kiprahnya mulai terlihat menonjol ketika ia menjabat sebagai Menteri Buruh dan Urusan Sosial pada kabinet pertama Angela Merkel di tahun 2007.
Kemudian pada tahun 2018, ia kembali bekerja bersama administrasi Merkel yang adalah sebagai Menteri Keuangan.
Selama menjabat, Scholz dipandang berhasil dalam menopang stabilitas ekonomi Jerman selama pandemi Covid-19 dengan pemberian subsidi pada industri perusahaan dengan tujuan untuk tidak melakukan PHK kepada para pekerjanya.
Melalui kebijakan tersebut, nama Scholz semakin melambung dalam kancah perpolitikan Jerman. Kehadiran Scholz sendiri sangatlah penting terhadap popularitas SDP.
Bahkan survei terbaru menunjukkan bahwa SDP memiliki suara yang lebih unggul dengan CDU (Christianity Democratic Union) partai pengusung Merkel yang dalam beberapa tahun terakhir merupakan partai dengan kursi terbanyak di Bundestag.
Pandangan Scholz sendiri yang cukup moderat dirasa relevan dengan gagasan SDP yang "tengah kiri" dan CDU dengan gagasan konservatif "tengah kanan"-nya.
Elektabilitas Scholz yang besar juga didukung oleh ketidakmapanannya dari dua calon pengganti Merkel lainnya, yakni Armin Laschet dari CDU serta Annaleena Baerbock dari Partai Hijau.
Laschet yang sebelumnya merupakan kepala negara bagian terpadat di Jerman North Rhine - Westphalia dinilai masih berantakan dalam manajemen krisis. Kebijakannya yang kurang tanggap dalam penanganan virus Covid-19 dan bencana banjir yang melanda beberapa waktu
silam menjadi salah satu penyebab "kekalahannya".
Selain itu, adanya ketidakkonsistenannya dalam komitmen permasalahan perubahan iklim juga ditengarai menjadi penyebabnya. Selama kampanyenya, Laschet masih belum mampu memberikan gagasan yang meyakinkan dan cenderung masih samar-samar.
Di pihak lain, ada nama Analeena Baerbock dari Partai Hijau Jerman ( Die Grünen). Baerbock sendiri merupakan mantan atlet trampolin yang meniti karir di dunia perpolitikan setelah menyelesaikan program master hukumnya di London.
Minimnya pengalaman yang dimiliki menjadi salah satu faktor kurang diunggulkannya Baerbock untuk memimpin Jerman kedepannya.
Melalui latar belakang tersebut kemudian dapat dipetakan seperti apa lanskap politik Jerman sepeninggal Angela Merkel.
Apabila dilihat dari kacamata elektabilitas Olaf Scholz sejauh ini, maka tidak dapat dipungkiri akan terbentuknya kembali koalisi besar antara CDU dengan SPD yang sebelumnya sudah pernah terjalin pada periode 2005 - 2009. Namun juga terdapat beberapa kemungkinan lain akan terbentuknya berbagai koalisi lainnya seperti dilansir dari Reuters dan
Economist.
Yang pertama adalah koalisi antara CDU, SPD dan Partai Hijau. Koalisi ini dipandang merupakan koalisi terkuat yang dapat meraup banyak kursi parlemen di Bundestag. Kemudian Koalisi selanjutnya yaitu antara CDU, SPD dan partai liberal FDP.
Ketiga partai tersebut memiliki kemungkinan untuk berkoalisi mengingat adanya hubungan kuat antara CDU dan SPD yang didukung kebijakan propasar FPD terutama di era globalisasi free market seperti saat ini. Kemudian koalisi antara SPD, Partai Hijau dan FDP atau yang disebut "Koalisi Lampu Lalu Lintas" diyakini mampu terwujud meskipun masih ada pertentangan terkait kebijakan penarikan pajak yang tinggi oleh SDP dan Partai Hijau dengan kebijakan FDP yang memberikan kelonggaran pajak serta aturan fiskal yang lebih ketat.
Baca Juga: Amerika Maunya Putus Pipa Gas Rusia Ke Eropa Barat Kalau Serang Ukraina Tapi Jerman Belum Kompak
Kestabilan Republik Federal Jerman yang dibawa Merkel selama ini membuka kemungkinan kandidat pengganti selanjutnya tidak memberikan arah kebijakan yang cukup signifikan. Scholz sendiri sudah menawarkan kebijakan batas upah minimum, yang dimana memiliki orientasi yang sama dengan kebijakan Merkel sebelumnya. Scholz pun bakal menjanjikan peningkatan batas upah minimum dari 9,6 euro menjadi 12 euro per jam apabila terpilih.
Dari latar belakang tersebut nampaknya sudah cukup menjelaskan terkait bagaimana peta politik Jerman pasca 15 tahun dibawah administrasi Angela Merkel, mantan Sang Kanselir Jerman yang kuat, tangguh, dan disegani ini. ***
*Aufa Pradana S, mahasiswa Program Studi Hubungan Internasional (HI) Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang
Artikel Terkait
Berkembang Dalam Lanskap Baru Pendidikan Di Asia Tenggara
Malam Ini Presiden Jokowi Dan Kanselir Merkel Resmikan Hannover Messe 2021
Piala Super Jerman: Bayern Raih Gelar Tundukkan Dortmund 3-1
Perhimpunan Alumni Jerman Sepakat Kerjasama Dengan YARSI
Positif Covid-19, 5 Pemain Jerman Dikarantina Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2022
Indonesia Jadi Basis Produksi Dan Ekspor Hub Industri Otomotif Jerman
Vaksin Moderna Donasi Pemerintah Jerman Kembali Tiba
Indonesia Dan Jerman Intensifkan Forum G20 - G7 Melawan Tuberkulosis, Merespon Krisis Kesehatan Global
Amerika Maunya Putus Pipa Gas Rusia Ke Eropa Barat Kalau Serang Ukraina Tapi Jerman Belum Kompak
Dukung Ekonomi Hijau, Kerjasama Indonesia-Jerman Gelar Indonesia Green Jobs Coference
Undian Piala Dunia Qatar, Jerman Dan Spanyol di Grup Neraka, Belanda di Grup Surga