Oleh: Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi
SUARAKARYA.ID: Indonesia termasuk salah satu daerah tujuan wisata berbasis cagar budaya yang menarik dikunjungi dan beralasan karena memiliki sejumlah cagar budaya. Terkait ini, salah satu warisan budaya yang menarik yaitu keraton yang tersebar. Eksistensi Keraton Yogya di era digital menarik dicermati karena tidak saja terkait kebudayaan adiluhung tetapi juga bagaimana keberadaan keraton itu sendiri sebagai salah
satu saksi sejarah peradaban dan kebangsaan Republik ini.
Oleh karena itu ulasan tentang eksistensi Keraton di era digital dan kiprah generasi milenial terhadap peran riil keraton di era kekinian menjadi benar adanya. Fakta di era kekinian semua aspek tidak bisa lepas dari kepentingan digitalisasi, termasuk peran, kiprah dan eksistensi keraton. Di satu sisi, keraton bukan sekedar cagar budaya tapi juga
simbol keberadaan masa lalu, eksistensi dan kejayaannya sementara di sisi lain keraton di era kekinian tidak dapat terlepas dari kepentingan digitalisasi yaitu kebendaan sejarahnya dan semua kisah sejarah yang menyertainya.
Baca Juga: ASEAN dan Keamanan Siber
Dokumentasi dari semua kesejarahan yang ada di keraton tentu tidak akan abadi karena akan termakan oleh usia yang kian renta dan karenanya digitalisasi semua sejarah perlu dicatat dan tercatat. Fase pencatatannya mungkin sudah dilakukan dalam rentang waktu yang lama dalam bentuk dokumentasi tetapi ancaman kerusakan tentu perlu dicemaskan dan karenanya perlu ada digitalisasi dokumentasinya sehingga arsip di masa depan tidak hanya dalam bentuk hardcopy (fisik) tapi dalam bentuk softcopy (file dan mungkin juga dalam bentuk hologram). Dokumentasi dan digitalisasinya tentunya membutuhkan dana
yang tidak kecil sehingga butuh pendanaan dari internal dan eksternal, termasuk tentunya pendanaan melalui program revitalisasi dan restrukturisasi keraton.
Kekhawatiran terhadap ancaman kepunahan dokumen dan kesejarahan tentu beralasan, terutama mengacu peta rawan bencana yang melintas di geografis Indonesia dan realitas pencurian benda-benda kepurbakalaan yang terjadi di sejumlah museum dan keraton di republik ini. Oleh karena itu, jangan sampai generasi tik tok atau generasi milenial atau
generasi youtube tidak mampu lagi mengenal keraton dan semua peradabannya yang ada didalamnya. Jangan juga sampai terjadi pengalihan kekayaan peradaban dengan strategi penguasaan justru orang-orang asing yang lebih peduli mempelajari sejarah budaya yang
ada di republik ini.
Baca Juga: Migrasi dan Otda
Betapa tidak, kini mulai banyak orang asing yang justru mempelajari adat istiadat dan budaya serta kebudayaan Indonesia sementara generasi mudanya justru terlena dengan konten-konten sesaat demi sekedar mengejar subscribe di konten jejaring sosial. Di sisi lain, eksistensi keraton juga jangan sampai dikaburkan keberadaan keraton semu atau maya yang cikal bakalnya samar dan kekuasaannya di awang-awang. Paling tidak, kekhawatiran ini terkait sejumlah keraton abal-abal yang kemarin sempat ramai.
Terlepas dari eksistensi keraton di era kekinian dan juga dilema pendanaan operasional, pastinya digitalisasi terhadap seni budaya, dokumen dan kebudayaan keraton memberi sejumlah manfaat, misalnya pertama lebih mempermudah dalam pengarsipan karena hal ini memberikan keleluasaan dan kenyamanan dalam dokumentasi. Kedua: digitalisasi itu
sendiri memungkinkan untuk penggandaan secara lebih cepat tanpa perlu biaya mahal dan tentu bisa diperbarui sesuai kepentingan dan peruntukan. Artinya, ini dimungkinkan untuk kepentingan yang lebih kompleks sehingga lebih berdurasi lama. Ketiga: ke depan akan ada
banyak perubahan termasuk perubahan perilaku wisatawan, perubahan regulasi dan juga berbagai kemungkinan perubahan lainnya yang itu semua dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap keberadaan keraton sehingga digitalisasi dokumentasinya menjadi sangat penting. Keempat: regenerasi adalah kisah yang berulang dan karenanya ini dapat terwakili oleh keberadaan digitalisasi semua dokumentasi yang ada sehingga nantinya kedepan tidak ada alasan anak cucu cicit tidak mengenal keraton Yogya seperti apa riilnya.
Baca Juga: Pendidikan & Demokrasi
Keraton sebagai bagian dari cagar budaya dan kebudayaan dunia tidak lagi dimiliki oleh suatu negara tetapi kepemilikan itu telah menjadi universal sehingga beralasan jika pada substansi tertentu ada campur tangan dan juga ketertarikan dari negara lain. Terkait fakta ini tidak bisa dipungkiri jika kemudian ada sejumlah negara yang berkenan memberikan donasi untuk mendukung digitalisasi semua kebudayaan dari keraton. Komitmen dibalik pelestarian semua cagar budaya termasuk sejumlah keraton yang tersebar di nusantara ini menjadi momentum untuk menjaga eksistensi keraton agar tetap eksis ditengah tekanan
globalisasi dan digitalisasi. ***
* Dr Edy Purwo Saputro, SE, MSi - Dosen Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Artikel Terkait
Menko Airlangga Paparkan Indonesia Terus Gerakkan Optimisme Kawasan dalam Keketuaan ASEAN Tahun 2023
SEA Games 2023 Kamboja: Indonesia Lampaui Target, Raja Sapta Oktohari: Buah Kerja Keras Atlet dan Cabor
Final Sepakbola SEA Games XXXII Kamboja: Kamboja Saatnya Indonesia Bersatu!