Oleh: Edy Purwo Saputro
SUARAKARYA.ID: “Yagfirlakum zunubakum wa yudkhilkum jannatin tajri min tahtihal anharu wa masakina tayyiban fi jannati ‘and zalikal fauzul ‘azim” (QS: As-Saff 12). Artinya: “Niscaya Allah SWT mengampuni dosa-dosamu dan memasukan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga adnan. Itulah kemenangan yang agung”
Hidup dan kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari cobaan dan itulah ujian yang selalu diberikan kepada Allah SWT agar manusia senantiasa berkeluh kesah hanya kepada-Nya. Artinya tiap cobaan dan ujian yang dihadapi adalah tahapan untuk memacu etos ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Terkait ini, ibadah puasa ramadhan merupakan cobaan dan ujian. Betapa tidak, dari subuh sampai magrib kita semua tidak diperbolehkan melanggar semua yang membatalkan puasa. Bahkan, yang halal-pun justru bisa menjadi penghalang sah-nya puasa ketika magrib belum berkumandang. Oleh karena itu, Allah SWT menegaskan bahwa ibadah puasa ramadhan memang ditujukan untuk orang-orang pilihan yaitu yang beriman seperti ditegaskan dalam QS Al-Baqarah 183.
Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Jika diuraikan secara harfiah bahwa janji kemenangan dalam menjalankan puasa ramadhan ada dua, pertama: ‘kemenangan’ sampai magrib sehingga kita semua terbebas halangan yang membatalkan puasa. Makan, minum dll adalah bentuk ‘kemenangan’ bagi semua orang yang menjalankan ibadah puasa ramadhan. Meskipun demikian, kemenangan itu tidak mutlak diwujudkan dalam bentuk balas dendam karena masih ada ibadah lainnya yaitu sholat tarawih dan amalan sunah lainnya. Artinya, kemenangan pertama ini masih menyisakan tantangan lain yang juga menjanjikan ‘kemenangan’ lainnya yang lebih besar.
Kedua: ‘kemenangan’ di Idul Fitri sebagai puncak kemenangan yang hakiki sehingga semua orang yang khusyuk menjalankan ibadah puasa ramadhan mendapatkan janji penghapusan dosa setahun kemarin. Ironisnya, Idul Fitri justru sering dimaknai dengan seremonial yang salah kaprah dengan mengumbar konsumerisme sehingga THR menjadi tuntutan mutlak dan jika tidak terbayarkan bisa menjadi ancaman sosial. Salah kaprah memahami kemenangan ini seharusnya menjadi instrospeksi bagi kita semua bahwa masih ada banyak cobaan untuk kita hadapi sehingga kita termasuk umat yang lolos ujian dan berhak mendapatkan predikat terbaik dari Allah SWT.
Baca Juga: HIKMAH RAMADHAN: Kerahasiaan Individu dengan Allah SWT
Mengacu kemenangan tersebut maka sangat beralasan jika Allah SWT memberikan surga sebagai kenikmatan terbesar yang akan diterima orang-orang yang beriman yang tidak hanya menjalankan ibadah puasa ramadhan. Keyakinan tersurat di QS Al-Qalam 34 “Inna lilmuttaqina ‘inda rabbihim jannatin na’im”, artinya “Sungguh bagi orang-orang yang bertakwa disediakan surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhan-nya”. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kaum muslimin untuk tidak selalu meningkatkan ketakwaan sebab keimanan menjadi muara terhadap ketakwaan itu sendiri dan ramadhan adalah acuannya.
Ketakwaan memang bukan hal yang mudah diperoleh tetapi harus melalui berbagai cobaan – ujian, baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena itu, menjadi balasan setimpal jika pada akhir ramadhan mampu melahirkan insan-insan yang berkualitas, tidak saja dalam peribadahan, tapi juga keperilakuan yang menjadi lebih baik untuk setahun kedepannya. Semoga kita bisa mencapainya. ***
- Edy Purwo Saputro - Dosen Program Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta
Artikel Terkait
Pilpres 2024, Airlangga Mengaku Terbuka Koalisi Golkar dengan PBB Usai Bertemu Yusril
HIKMAH RAMADHAN: Kewajiban Berpuasa
Meski Newcomer, Kader Muda Golkar Rajpal Singh: Jadikan Airlangga Spirit Perjuangan Menangkan Pemilu 2024!