Kursi Nomor Sada, Lagu Versi Batak Sindir Kader Partai Lupa Diri Sampai Terjebak Koarupsi

- Sabtu, 17 September 2022 | 20:53 WIB
KPU pelaksana pemilu legislatif dan Pilpres
KPU pelaksana pemilu legislatif dan Pilpres

 

SUARAKARYA.ID: Sejumlah partai politik (parpol) berbondong-bondong ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendaftarkan sebagai peserta Pemilu 2024. Harapannya tentu saja lolos verifikasi atau menjadi peserta Pemilu 2024.

Tetapi persyaratan untuk itu banyak, berat dan dapat dikatakan sulit dipenuhi. Kecuali parpol itu sendiri siap berinvestasi politik dengan mengeluarkan uang begitu banyak; bentuk ini dirikan ini-itu mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai pusat.

Maka tidak heran parpol yang sudah didukung elit-elit politik dan pengusahalah lebih memungkinkan lolos menjadi peserta pemilu. Partai gurem mau tidak mau harus siap telah pil pahit.

Manakala lolos menjadi peserta pemilu, apalagi sampai mendudukan kadernya di kursi DPR, daya tarik partai akan besar. Peluang mendudukan kadernya di kursi DPRD kabupaten/kota, provinsi dan DPR RI semakin terbuka lebar dan banyak.

Tetapi untuk sampai ke sana bukanlah hal mudah. Selain harus ada upaya tersendiri agar dapat nomor urut teratas, mencari/menghimpun suara bukanlah hal mudah. Duit ratusan juta rupiah sampai puluhan miliar rupiah harus ada untuk dipertaruhkan guna meraup suara.

Ada yang berpikir: “hepeng do mangalap hepeng”. Artinya, tidak apa-apa hamburkan duit untuk raih suara toh kalau sudah duduk bakal mendapatkan gaji atau pemasukan cukup besar. Maka, karenanya biaya politik seorang caleg tingkat II, tingkat I dan Pusat tidaklah sedikit.

Baca Juga: Fokus Disertasi S3 Henry: Negara Perlu Biayai Kampanye Caleg, Tercapai Pileg Berkeadilan Sosial

Tentu saja mereka berkeinginan uangnya itu kembali lagi bahkan bertambah besar lagi setelah duduk. Kalau hanya mengharapkan gaji niscaya hal itu sulit terwujud. Maka ada yang mengambil jalan pintas melakukan korupsi. Kalau tidak bisa seorang diri, beberapa orang saja, berjamaah pun jadilah. Yang penting - pikirannya - kembali sedikit investasi politik yang hangus sebelumnya.

Perlu juga didengarkan apa yang dibeberkan KPK ini. Menurut Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK, tingginya biaya dalam proses politik menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak pidana korupsi.

"Demokrasi di Indonesia yang sampai saat ini biayanya masih sangat tinggi mengakibatkan proses politik yang mestinya secara hati nurani kemudian menjadi transaksi bisnis," kata Ghufron dalam webinar "Cegah Korupsi, Bantuan Parpol Jadi Solusi", sebagaimana dikutip Antara, Sabtu (17/9/2022).

Dia mencontohkan calon yang ingin maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) membutuhkan modal yang banyak. "Versi Kemendagri modalnya  untuk kabupaten/kota yang pinggiran itu Rp30 miliar sampai Rp50 miliar. Di atas itu, yang menengah Rp50 miliar sampai Rp100 miliar. Untuk yang metro tentu sudah di atas Rp150 miliar," ungkap Ghufron.

Dengan biaya tinggi tersebut,  menjadi pemicu kepala daerah melakukan korupsi guna mengembalikan modal dari pembiayaan saat pencalonan tersebut. "Modal besar, sementara gaji kepala daerah kita tahu masih relatif tidak proporsional dengan bebannya. Ini mengakibatkan mau tidak mau proses pengembalian modal itu dengan cara korupsi," ujarnya.

Baca Juga: KPK Diminta Tidak Tebang Pilih Dalam Kasus Suap PAW Caleg PDIP

Halaman:

Editor: Markon Piliang

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X