JAKARTA: Sejumlah kalangan mendesak Jajaran Pemprov DKI Jakarta melakukan tindakan tegas, menutup klinik-klinik di Ibu Kota yabg tidak memiliki izin operasional atau kadaluwarsa.
Pengamatan Suarakarya.Id di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Utara banyak fasilitas kesehatan yang tidak berizin, namun tidak dilakukan penertiban.
"Diduga banyak sekali klinik umum, klinik estetika kecantikan, klinik gigi dan klinik lainnya yang tidak berizin. Mereka kesulitan dalam mengurus izin, karena banyak sekali berkas yang harus dilengkapi," ujar LSM Rrkan Indonesia Agung Nugroho.
Sementara itu, Sub Direktorat Sumber Daya Lingkungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, membongkar praktik aborsi di sebuah rumah yang dijadikan klinik, di Jalan Paseban Raya Nomor 61 RT02 RW 07 Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat.
Termasuk, membekuk tiga tersangka yang merupakan residivis atau penjahat kambuhan kasus serupa. "Ini pengungkapan praktik klinik aborsi yang tidak memiliki izin, kemudian juga tidak memiliki izin melakukan praktik kedokteran.
Pelakunya ini bukan pelaku baru, pelaku lama semua. Ada tiga tersangka yang diamankan," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, di lokasi klinik aborsi.
Dikatakan Yusri, tersangka pertama berinisial MM alias dr A (46), berperan sebagai dokter aborsi, penyewa rumah untuk dijadikan tempat klinik bernama "Namora" atau biasa dikenal dengan nama Klinik Paseban, penyedia alat dan obat-obatan. "MM alias dr A, dia memang dokter lulusan salah satu universitas di Medan.
Pernah menjadi PNS di Riau, tapi kena desersi tidak pernah masuk, kemudian dipecat," ungkapnya. Yusri menyampaikan, tersangka MM juga pernah terlibat tindak pidana terkait kasus aborsi anak yang ditangani Polres Bekasi, dan ditahan selama 3 bulan, pada tahun 2012 lalu.
Kemudian, kembali terlibat kasus aborsi di Jalan Cimandiri, Jakarta Pusat, namun yang bersangkutan buron, pada tahun 2016 lalu.
"Kemudian, dia membuka praktik lagi di sini tahun 2018. Sudah ada 1.632 pasien yang dia tangani, tapi yang dia aborsi sekitar 903 orang," ucap.
Yusri menyampaikan, tersangka kedua berinisial RM (54) selaku bidan dan orang yang mempromosikan klinik ilegal itu melalui website https://kliniknamora.org/, http://klinikkuretnamora.com/ dan https://www.kliniknamora.biz.
"Dia merangkap sebagai calonya, bidan dan mempromosikan melalui website yang ada. Bidan ini juga sama, pernah terlibat kasus, residivis tertangkap 2016. Dia divonis 2 tahun saat itu, keluar penjara begini lagi. Sama kayak (pelaku) narkoba ini, sama dengan curanmor, keluar masuk besok curanmor lagi. Mudah-mudahan bisa divonis seberat beratnya pada yang bersangkutan," katanya.
Menurut Yusri, tersangka ketiga berinisial SI, selaku karyawan klinik ilegal itu. "SI ini juga sama dia residivis, pernah divonis 2 tahun 3 bulan dengan kasus yang sama begini juga," katanya.
Yusri menuturkan, selama 21 bulan membuka praktik ilegal, para tersangka meraup keuntungan mencapai Rp 5,4 miliar. Pelaku membanderol harga Rp 1 juta untuk usia kandungan 1 bulan, Rp 2 juta buat usia kandungan 2 bulan, Rp 3 juta hingga 15 juta bagi usia kandungan di atas tiga bulan.