• Jumat, 22 September 2023

Pasokan dan Harga Daging Ayam Ras Stabil Terkendali

- Jumat, 14 Juni 2019 | 19:20 WIB
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH Kementan, Fini Murfiani.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH Kementan, Fini Murfiani.

JAKARTA: Kementerian Pertanian mencatat pasokan dan harga pangan pokok asal hewan khususnya daging ayam selama puasa dan libur Lebaran 2019 dalam kondisi stabil dan terkendali. 

Berdasarkan perhitungan perkiraan kebutuhan daging ayam bulan Mei dan Juni 2019 sebesar 562.833 ton, sedangkan ketersediaan sebesar 593.206 ton sehingga ketersediaan daging ayam menjelang Ramadhan, saat dan pasca Idul Fitri cukup.

"Dari sisi pasokan tercatat ada surplus sebesar 30.373 ton," ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH Kementan, Fini Murfiani, Jumat (14/6/2019).

Sementara dari sisi harga, pantauan Ditjen PKH melalui Petugas Pelayanan Informasi Pasar (PIP) di 158 kabupaten/kota di Indonesia, stabil.

Fini menyebutkan rerata harga daging ayam di tingkat konsumen bulan Mei sebesar Rp33.469/Kg, sedangkan harga pada H-5 sebesar Rp 33.756/Kg dan harga pada H+5 turun menjadi Rp 33.505/kg. Harga di tingkat produsen pada bulan Mei sebesar Rp20.824/Kg Berat Hidup dimana harga produsen H-5 Rp 21.053/Kh Bh dan harga H+5 turun menjadi Rp 20.204/kg Berat Hidup.

“Data tersebut menjelaskan kondisi harga ayam baik di tingkat produsen dan konsumen masih stabil pada saat Ramadhan, Lebaran dan Pasca Lebaran,” terang Fini.

Ketersediaan dan harga daging ayam ras selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri juga terkendali, sehingga berdampak terhadap rendahnya andil angka inflasi dari komoditas tersebut. 

Hal itu terlihat dari data BPS yang telah mencatat hasil survei biaya hidup di 82 kota bahwa kelompok bahan makanan pada Mei 2019 berkontribusi terhadap inflasi sebesar 2.02%, dimana andil inflasi dari daging ayam untuk bahan makanan hanya sebesar 0.05%, lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan Mei tahun 2018 sebesar 0.07%. 

“Kita dapat simpulkan secara nasional andil inflasi dari daging ayam cukup rendah," ujarnya

Fini melanjutkan memang ada beberapa daerah memiliki kontribusi untuk komoditas daging ayam yang menyebabkan peningkatan inflasi, namun hal tersebut terjadi karena ada peningkatan permintaan masyarakat terhadap daging ayam.

Tradisi menu makanan masyarakat Indonesia yang tidak dapat terlepas dari komoditas daging ayam, ditambah pula dengan tradisi mudik di Indonesia, diperkirakan berkorelasi positif terhadap lonjakan permintaan daging ayam di beberapa daerah. 

Daerah dengan pemudiknya cukup besar mendorong peningkatan konsumsi terhadap bahan pangan sehingga mendongkrak harga dan mempengaruhi inflasi. 

Hal ini terjadi di  Sumatera Selatan terutama Kota Lubuk Linggau yang merupakan kota transit menuju provinsi di Wilayah Sumatera dengan inflasi mencapai 0.88%. Begitupun di Jawa Timur peran daging ayam untuk inflasi sekitar 0.29% karena permintaan meningkat serta adanya budaya ruwahan. 

Fini menjelaskan jika dilihat dari sisi peternak sebagai produsen, dinilai memiliki kemampuan daya beli cukup baik yang ditunjukkan dengan perolehan NTP (Nilai Tukar Petani) sub sektor peternakan pada bulan Mei 2019 sebesar 107,73 dan mengalami kenaikan 0.83% dibandingkan bulan April sebesar 106,84. Peningkatkan NTP menunjukkan peningkatan daya saing komoditas peternakan terhadap produk dan jasa yang dikonsumsi petani. 

Halaman:

Editor: Laksito Adi Darmono

Terkini

2024, Warga DKI Jakarta Wajib Cetak Ulang E-KTP

Senin, 18 September 2023 | 19:40 WIB

Tri Adhianto Ogah Gugat Pencemar Kali Bekasi

Senin, 18 September 2023 | 13:48 WIB
X