Suburkan (Kembali) Posyandu Atasi Gizi Buruk Dan Tumbuh Kembang Balita

- Minggu, 26 Agustus 2018 | 13:34 WIB

Oleh: Haryono Suyono

Gerakan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), dicanangkan Kepala BKKBN Haryono Suyono bersama Menteri Kesehatan Suwardjono Suryaningrat pada tahun 1983. Keduanya menandatangani kerja sama, peningkatan puluhan ribu Pos KB Desa menjadi Posyandu,

Utamanya terpadu karena sasarannya sama, yaitu ibu muda, ibu yang sedang mengandung, ibu yang baru melahirkan dan ibu menyusui, termasuk anak balita yang umumnya dimiliki oleh keluarga muda dengan bapak dan ibunya yang belum paham menangani tumbuh kembang anaknya, perlu digalakkan kembali.

Dalam lima tahun antara tahun 1973 -1978, melalui program pengembangan yang dinamis, Haryono dan rekan-rekannya dalam lingkungan Deputy Penelitian dan Pengembangan KB memperkenalkan pendekatan KB berbasis masyarakat melalui pembentukan ribuan Pos KB Desa. Keberhasilan itu mendorong keputusan pemerintah mengangkat Haryono sebagai Deputi Operasional BKKBN,  yang langsung memperluas gerakkan pendekatan kemasyarakatan KB bersama masyarakat desa dan berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Hasilnya dimana mana terbentuk Pos KB Desa sebagai titik sentral pelayanan KB di desa. Pada Pos KB Desa itu pelayanan KB dikembangkan dengan bantuan bidan yang sekaligus menangani ibu hamil dan anak balita. Kemudian, sejak BKKBN diberi ijin ikut menangani program Gizi secara nasional, melalui kerja sama dengan jajaran Departemen Kesehatan, Pos KB Desa itu ikut dilibatkan menangani program Gizi untuk 15.000 desa di Indonesia.

Pada tahun 1983, karena keberhasilan program KB di Indonesia, dr Suwarjono yang semula adalah Kepala BKKBN, dipercaya dan diangkat menjadi Menteri Kesehatan. Segera setelah itu, mengingat pengalamannya di BKKBN dengan pelayanan berbasis masyarakat yang berhsil, ingin mengulangi sukses Pos KB Desa dengan membuat Pos Kesehatan Desa di berbagai desa dengan menarik  bidan dari Pos KB Desa yang telah berlangung bertahun-tahun.

Kepala BKKBN, yang sudah diserahkan kepada Haryono, yang mengembagkan Pos KB Desanya memerlukan tenaga bidan, merasa keberatan, karena sudah sangat tertolong oleh bidan yang membantu Pos KB pada puluhan ribu desa. Kemudian diadakan negosiasi yang agak alot,  tapi akhirnya disepakati bahwa DepKes tidak perlu mulai dari awal membentuk Pos Kesehatan di Desa, tetapi menjadikan Pos KB Desa sekaligus sebagai Pos Kesehatan Desa dengan memberi nama baru sebagai Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu.

Kalau gagasan itu disepakati, dengan demikian DepKes dalam waktu singkat bisa memiliki puluhan ribu Posyandu tanpa harus bersusah payah membangun dari titik nol. Akhirnya Depkes setuju, sehingga pada tanggal 29 Juni 1983 ditanda tangani kerja sama antara BKKBN dan Departemen Kesehatan untuk membina dan mengembangkan Posyandu bersama-sama dengan menuyediakan lima meja untuk setiap Posyandu.  Yaitu meja untuk administrasi, menimbang bayi, informasi dan pelayanan KB, info dan pelayanan kesehatan ibu hamil, menyusui dan gizi.

Sejak saat itu Pelayanan Posyandu disiapkan oleh Petugas Lapangan KB (PLKB) sebagai pengundang sasaran bersama.  Yakni pasangan usia subur dan ibu hamil serta menyusui,  untuk datang dan dilayani di Posyandu secara terpadu di puluhan ribu, kemudian pada ratusan ribu Posyandu di seluruh Indonesia dalam rangka memperoleh pelayanan terpadu dalam KB dan Kesehatan.

Tiga tahun setelah penandatanganan kerja sama terpadu antara BKKBN dan Depkes tersebut, pelaksana harian Posyandu ditambah dengan partisipasi ibu-ibu PKK melalui penandatanganan kerja sama antara BKKBN, Depkes,  dan Kementraian Dalam Negeri yang mewakili seluruh jajaran Pemerintah Daerah yang memiliki ugas membina ibu-ibu anggota PKK di seluruh Indonesia. Melalui pembinaan terpadu tiga unsur penting yang ada di desa tersebut,

Posyandu akhirnya dibina oleh tiga lembaga utaa yang sangat kuat, yaitu BKKBN, DEPKES, Tim Penggerak PKK dari tingkat pusat sampai ke tingkat Desa di Indonesia, Pada tahun-tahun terakhir ini pembinaan oleh jajaran Kementrian Dalam Negeri betambanh kuat.  Sehingga sekan-akan Posyandu itu miik Kementrian Dalam Negeri dan jajaran Pemerintah Daerah yang melayani program pembangunan, yang gegap gempita di tingkat desa.

Program yang gegap gempita itu pada akhir tahun 1989 ikut mengangkat program KB nasional ke pentas dunia,  dengan penghargaan yang diberikan oleh PBB kepada Presiden RI  HM Soeharto berupa UN Population Awards. Pelayanan terpadu ibu dan anak itu yang diselenggarakan membantu pengembangan program Gizi terpadu. Sehingga, jumlah penderita Gizi buruk menurun secara drastis.

Namun, setelah tahun 2000 perhatian mengendur menyebabkan kegiatan Posyandu dan KB juga mengendur. Program KB stagnan untuk beberaoa tahun,  sehingga angka kelahiran yang semula menurun menjadi separo dari keadaannya tahun 1970-an kembali naik pada angka 2,6 anak, terjadi kekendoran penanganan program gizi yang semula sudah berada pada semua desa tidak lagi mendapat perhatian.

Kegiatan penimbangan anak balita sebagai ukuran yang mendorong penangan makanan tambahan atau perhatian terhadap anak balita yang tidak naik berat badanya tidak lagi menjadi perhatian ibu balita atau pejanat tingkat desa.  Sehingga, terjadi lonjakan kasus gizi buruk yang berakibat munculnya anak-anak yang stunting di banyak desa di Indonesia. Untuk itu,  selama tahun 2015 sampai akhir tahun 2017, melalui Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo telah dilakukan usaha menggunakan dana desa.

Halaman:

Editor: Gungde Ariwangsa SH

Terkini

X