SUARAKARYA.ID: Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) atau gagal ginjal pada anak saat ini menjadi momok baru di Indonesia.
Diduga, kasus gagal ginjal ini dipicu oleh obat sirop, yang mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas normal.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sudah menetapkan beberapa obat sirop yang dilarang penggunanya, yang diduga memicu kasus gagal ginjal akut pada anak.
Obat tersebut didominasi obat batuk, flu, serta penurun demam yang lazim dikonsumsi secara bebas.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengimbau, masyarakat sementara waktu tidak mengonsumsi obat sirop untuk anak-anak.
Dia mengemukakan, bila ingin mengkonsumsi obat tersebut harus ada resep dan rekomendasi dari dokter.
"Saya imbau masyarakat supaya tidak menggunakan obat sirop sama sekali. Kecuali sudah mendapatkan rujukan dokter. Jadi terutama anak-anak 1-15 tahun mohon diwaspadai betul penggunaan obat sirop," ujar Menko PMK, di Jakarta, Jumat (21/10/2022) sore.
Kemenkes per 21 Oktober telah melaporkan kasus GGAPA menjadi 241 kasus. Intensitas kasus terlihat lebih tinggi dalam dua bulan belakangan.
Sementara berdasarkan persentase kasus melaporkan total sembuh sebanyak 39 kasus. Sedang dalam pengobatan 69 kasus dan meninggal dunia 133 kasus.
Berdasarkan hasil pemantauan Kemenkes, banyak kasus yang terjadi pada anak rentang usia 1-5 tahun dengan total 153 kasus, kemudian usia 6-10 Tahun 37 kasus, di bawah 1 tahun 26 kasus, dan 11 - 18 tahun 25 kasus.
Untuk mengantisipasi agar tidak ada lagi korban fatalitas, Menko PMK minta agar pelayanan kesehatan dari tingkat terkecil di desa atau kelurahan, untuk proaktif turun dan melakukan pensisiran kasus.
Dia minta agar Pemerintah Daerah sampai tingkat Desa dan Kelurahan di seluruh Indonesia, bersama pelayan kesehatan di Puskesmas, Posyandu dan Bidan untuk mengecek dan mendata riwayat kesehatan dan obat yang dikonsumsi anak-anak.
Apalagi, dia menegaskan, saat ini untuk melakukan pendataan anak-anak sudah lebih terbantu dengan adanya data penanganan stunting, di daerah-daerah sampai tingkat desa, yang bisa membantu untuk mengecek kondisi kesehatan anak.
"Saya mohon pihak Kepala Desa, bidan desa, Kepala Puskesmas untuk menyisir anak-anak usia 15 tahun ke bawah. Untuk dilakukan pemeriksaan secara masif baik mereka yang sudah memakai obat sirup maupun yang belum," terangnya.
Menko PMK mengatakan, adanya kasus ini harus menjadi momentum reaktivasi pelayanan kesehatan dasar. Untuk memperkuat pelayanan kesehatan masyarakat.
Kasus ini, imbuhnya, harus dicegah jangan sampai ketika parah baru kemudian ditangani. Yang kemudian bisa menyebabkan fatalitas.
"Yang paling penting kita harus cermati seluruh anak-anak yang di bawah 15 tahun di seluruh Indonesia. Tidak boleh dari pihak pelayanan kesehatan menunggu mereka datang diobati. Tetapi harus menyisir sampai tingkat paling bawah untuk dicatat riwayat kesehatan riwayat pengobatannya, sehingga kalau ada kemungkinan dikhawatirkan dia mengalami kasus serupa itu bisa dicegah sejauhnya," tutur Menko PMK.***
Artikel Terkait
Kemenko PMK Dukung APKI Bersama Menjaga dan Menguatkan Komitmen Terhadap Kode Etik Kemanusiaan
Decade of Person with Disabilities, Menko PMK Buka Pertemuan PBB Tingkat Tinggi Asia Pasifik
Cegah AKI - Gagal Ginjal Akut, Kemenkes dan BPOM Imbau Masyarakat Tak Konsumsi Obat Cair atau Sirup
71 Kasus Gagal Ginjal Akut, Pj Gubernur: Faskes DKI Siap Layani Pelatihan Standarisasi Labkesda