Lawan Hoaks dengan Mewaspadai Judul Provokator, Cermati Foto dan Laporkan Ke Platform yang Disediakan

- Selasa, 30 Mei 2023 | 16:52 WIB
ilustrasi
ilustrasi

SUARAKARYA.ID: Kementerian Kominfo bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyelenggarakan seminar mengusung tema: “Bijak Dalam Bersosial Media Dan Lawan Hoaks”. Ada empat pembicara yang dikemas dalam Ngobrol Bareng Legislator ini, yakni Yan Permenas Mandenas, S.SOS, M.Si ( Anggota Komisi I DPR RI), Semuel Abrijani Pangerapan, B.Sc ( Dirjen Apkeblikasi Informatika Kementerian Kominfo RI) serta mengundang Ibu Nissa Rengganis, M.A (Pegiat Literasi Digital Dosen) dan Muhammad Riza Nurdin, PhD ( Peneliti Asian-Japan Research Institute Ritsumelkan University)

Seminar diselenggarakan melalui platform zoom meeting, Senin (29/5/2023), bertujuan mendorong masyarakat agar mengoptimalkan pemanfaatan internet sebagai sarana edukasi dan bisnis, memberdayakan masyarakat agar dapat memilah dan memilih informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat, memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat terkait pembangunan Infrastruktur TIK yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya oleh Ditjen APTIKA, serta mewujudkan jaringan informasi serta media komunikasi dua arah antara masyarakat dengan masyarakat maupun dengan pihak lainnya.

Baca Juga: 204,7 Juta Pengguna Internet, Indonesia Berada di Peringkat 53 Literasi Digital dari 63 Negara

Pada sesi  pertama, anggota dewan Yan Permenas Mandenas, menyampaikan dalam kamus besar Bahasa Indonesia hoaks diartikan sebagai berita bohong. Hoaks menjadi sebuah kebebasan berbicara dan berpendapat negatif di internet, dimana hoaks bertujuan untuk membuat opini, menggiring opini, membentuk opini, untuk bersenang-senang dengan menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna media sosial. Dimana ancaman cyber crime tingginya keinginan masyarakat untuk mengetahui segala informasi dimedia sosial, banyak digunakan oleh orang-orang yang tidak betanggung jawab dalam meraup keuntungan secara ilegal. Dimana dilakukan dalam penyerangan kepada situs lembaga pemerintah, rumah sakit dan perusahaan.

Baca Juga: Tantangan Hoax Dunia Pendidikan: Tingginya Aktivitas Digital Buka Potensi Buruk Penipuan dan Pencurian Akun

Beberapa langkah untuk mengantisipasi informasi berita hoaks yaitu mewaspadai judul berita dengan nada provokatif, melaporkan berita hoaks lewat fitur report di platfrom yang telah di sediakan atau mengirim email, memerikasa Kembali keaslian foto yang dugunakan dalam berita. Selain itu memeriksa kembali data/berita berdasarkan sumbernya yang lebih kredible.

Pentingnya masyarakat dalam berkomunikasi diruang publik untuk mencegah peyebaran hoaks yang beredar dimasyarakat, selain itu sense of crisis masyarakat dimana minimnya komunikasi public yang membuat keliru dengan berbagai penangkalan yang dilakukan. Dalam perbaikan pemerintah bersama dengan lembaga terkait, dapat bersinergi untuk memberikan informasi yang benar dan baik.

Pemaparan ketiga disampaikan Nissa Rengganis, S.IP M.A. Selaku Pegiat Literasi Digital, dia menyampaikan bahwa transformasi digital dalam peningkatan yang begitu pesat dimana sebanyak 202,6 juta jiwa yang menggunakan internet di Indonesia, 96% penggunaya mengkases internet menggunakan mobile device, 37 juta pemngguna internet baru dari tahun sebelumnya serta rata rata penggunaan internet harian mencapai 8 jam 52 menit setiap harinya dan 170 juta pengguna aktif dalam menggunakan internet.

Dampak ruang digital memiliki dampak positif dan negatif, Sulit sekali untuk kita menyaring budaya-budaya yang masuk seperti itulah internet kita butuh penekanan nilai-nilai pancasila. Media sosial membawa pengaruh pada penguatan politik identitas. Tak sedikit penggunan simbol bersifat SARA yang cenderung memecah belah. Dimana kunci utamanya adalah penting dalam memahami literasi digital mengenai skill digital, safety, culture digital dan juga ethics digital itu sangat satu kesatuan. Maka dari itu penting bagi seluruh elemen bangsa untuk mengulang narasi Pancasila lebih sehat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, selain itu perkembangan digital saat ini tidak semakin menggerus nila-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Beberapa pertanyaan yang di lontarkan oleh masyarakat terhadap UU ITE dimana banyaknya kasus pelanggaran yang menunjukan rendahnya etika dalam bermedia sosial, selalin itu etika merupakan pilihan nilai moral dalam menghadapi realitas, yang secara substansial dapat ditarik ke akarnya, yaitu bagaimana pelaku mengedefinisikan alter dalam dalam berinteraksi sosial. Karna kebutuhan akan etika hadir karena manusia adalah makhluk sosial.

Pembicara Muhammad Riza Nurdin, PHD menjelaskan bahwa bijak dalam bersosial media melawan hoaks dalam kepemilikan media sosial, mayoritas masyarakat memiliki whatsapp, facebook dan youtube. Dimana pengguna di papu di dominasi oleh pengguna tiktok yang merupakan akses utama bagi masyarakat papua dibandingan dengan media sosial lainnya. Dalam literasi digital memahami berita hoaks melalui facebook yang dominan dalam menyajikan informasi hoaks pada tahun 2020 mencapai 71,9%, 2021 mencapai 62,6% dan 2022 mencapai 55,9%. Dimana wahtsapp mengalami penurunan yang signifikan dalam menyajikan berita isu hoaxs pada tahun 2020 mencapai 31,5%, 2021 mencapai 20,5% dan 2022 mencapai 13,9%. Serta berita hoaxs melalui media online mengalami kenaikan persepsi dalam menyajikan isu berita hoaxs pada tahun 2020 mencapai 10,7%, 2021 mencapai 14,9% dan 2022 mencapai 16%. Dimana youtube pun berpotensi besar terhadap penyebaran berita hoax dimana pada tahun 2020 mencapai 14,9%, 2021 mencapai 16,4% dan 2022 mencapai 13,1%. Masyarakat diharapkan untuk hindari berita hoaxs dan kenali ciri-cirinya seperti berikut, sumber yang tidak jelas dan unsur sara, tidak mengandung usur 5W+1H, permintaan disebarluaskan semasif mungkin dan doproduksi untuk menyasar kalangan tertentu. ***

Editor: Dwi Putro Agus Asianto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Rakerwil IPHI Jateng Dukung Wacana Haji Hanya Sekali

Senin, 25 September 2023 | 19:18 WIB
X