SUARAKARYA.ID: Budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Maka, diperlukan pengetahuan dasar akan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Madiun, Provinsi Jawa Timur, Lena M.Pd, mengatakan budaya digital tidak dapat merubah jati diri kita. Menurutnya, jatidiri kita dalam ruang budaya digital tidak berbeda dengan budaya nondigital.
“Tapi, digitalisasi budaya memungkinkan kita mendokumentasikan kekayaan budaya. Dan, digitalisasi budaya dapat menjadi peluang untuk mewujudkan kreativitas,” kata Lena di acara diskusi virtual bertema “Bijak Bersosmed Tanpa Cyberbullying” yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Siberkreasi Indonesia, Jumat (26/5/2023) pekan kemarin.
Baca Juga: 204,7 Juta Pengguna Internet, Indonesia Berada di Peringkat 53 Literasi Digital dari 63 Negara
Katanya lagi, dalam budaya digital ada hak dan kewajiban. Hak yang dimaksud adalah setiap warga negara memiliki hak untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan informasi melalui media digital. Sedangkan tanggung jawabnya yaitu menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, dan menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan serta moral publik.
Lena menekankan, bahwa dunia digital adalah dunia kita sekarang. Dia mengajak masyarakat untuk mengisi dan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya.“Tempat kita belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak kita bertumbuh kembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa, hadir dengan bermartabat,” pungkasnya.
Baca Juga: Pahami Keamanan Digital Bagi Anak, Yuk Lawan Penyebaran Hoax dengan Media Sosial
Sementara itu, Mathori Brilyan, Manager Pondok Pesantren Budaya Kaliopak berpendapat, perkembangan teknologi informasi di dunia terus berkembang secara masif. Pengguna internet di Indonesia mencapai 202juta pengguna.
“Dampaknya, terjadi perubahan gaya hidup menjadi serba digital yang menawarkan kemudahan dan kepraktisan dalam melakukan berbagai aktivitas. Di sisi lain tingginya aktivitas digital juga membuka potensi buruk, seperti penipuan dan pencurian akun. Maka, diperlukan pemahaman masyarakat terkait keamanan digital,” tuturnya.
Dia menjelaskan, keamanan digital adalah sebuah proses untuk memastikan penggunaan layanan digital, baik secara daring maupun luring dapat dilakukan secara aman. Tidak hanya untuk mengamankan data yang kita miliki, tapi juga melindungi data pribadi yang bersifat rahasia.
Adapun kompetensi keamanan digital mencakup, mengamankan perangkat digital, mengamankan identitas digital, mewaspadai penipuan digital, memahami rekam jejak, dan memahami keamanan digital bagi anak.
Mathori mengatakan, perundungan di dunia maya (cyberbullying) merupakan tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan menggunakan media digital. Efeknya, dapat memunculkan rasa takut si korban, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik di dunia nyata (offline).
Sedangkan, ujaran kebencian (hate speech) adalah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut.
Bagaimana agar kita tidak menjadi pelaku cyberbullying? Caranya, menyeimbangkan antara IQ (kecerdasan intelektual) dengan EQ (kecerdasan emosional).
Artikel Terkait
Presiden Jokowi Mengucapkan Selamat Idul Fitri 1444 H, Diunggah Setentak di Semua Medsos Pribadinya
204,7 Juta Pengguna Internet, Indonesia Berada di Peringkat 53 Literasi Digital dari 63 Negara
Jangan Asal Sebar, Medsos seperti Mata Pisau Ketika Digunakan Bisa Berefek Positif dan Berimbas Negatif