Padahal, sebagaimana diatur dalam Pasal 189 ayat (4) KUHAP, memiliki makna bahwa keterangan terdakwa bukan merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang “sempurna” (volledig bewijs kracht), serta tidak memiliki kekuatan pembuktian yang “menentukan” (beslissende bewijs kracht). KUHAP sendiri memberikan hak ingkar bagi terdakwa.
Fakta persidangan juga menunjukan terdakwa belum memiliki izin untuk penyaluran alat kesehatan dalam menjalankan bisnisnya. Terdakwa tidak bisa menunjukkan Surat Perintah Kerja/Surat Order atau Surat Perjanjian Kerja Sama antara terdakwa dan/atau PT Limeme Group Indonesia dengan pihak-pihak yang dimaksud terdakwa dalam hal ini pejabat pemerintah, RSUD amupun rumah sakit swasta.
Di persidangan pun, terdakwa tidak mampu menjelaskan dari mana membeli alat kesehatan, dan ke pihak mana terdakwa menjualnya. Maka ada dugaan bahwa pengadaan alat kesehatan ini fiktif.
Majelis hakim seakan-akan menyalahkan para korban tindak pidana penipuan atau investasi bodong. Padahal dalam persidangan juga telah terungkap bahwa terdakwa menggunakan rangkaian kebohongan untuk memikat para korban.
Terdakwa kerap mengunggah foto kebersamaan dengan pejabat Pemerintah meliputi pejabat Pemerintah Provinsi (Wakil Gubernur) DKI Jakarta dan Pemerintah Provinsi (Gubernur) Sumatera Utara. Dishare juga foto-foto yang menggambarkan telah terjalin kerja sama dengan beberapa Rumah Sakit Umum Daerah di berbagai daerah di Indonesia. Itu artinya foto-foto tersebut dijadikan terdakwa seakan-akan PT Limeme Group Indonesia telah memiliki kerja sama pengadaan Alat Kesehatan dengan pihak-pihak tersebut.
Dengan foto-foto tersebut terdakwa meyakinkan para korban bahwa bisnis yang dijalankannya adalah real/sungguhan, karena terdakwa juga seakan-akan sudah berhasil mengadakan kerja sama dengan pejabat Pemerintahan.
Baca Juga: Korban Investasi Bodong Pertanyakan Peran Pihak Ketiga Diduga Dikambinghitamkan Terdakwa
Namun di persidangan, terdakwa tidak bisa menunjukkan Surat Perintah Kerja/Surat Order/Surat Perjanjian Kerja Sama antara terdakwa dan/atau PT Limeme Group Indonesia dengan pihak-pihak atau pejabat pemerintah, RSUD, dan Rumah Sakit swasta.
Terdakwa sendiri mengakui mengadakan suntik modal pengadaan alat kesehatan. Untuk itu menerima sejumlah uang secara bertahap dari para korban, setelah terlebih dahulu terdakwa Kevin Lime mendirikan CV dan kemudian berganti menjadi Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT Limeme Group Indonesia.
Dalam suntik modal itu terdakwa Kevin menawarkan keuntungan 30 persen untuk para investor/pemodal. Awalnya modal dan keuntungan diberikan. Selanjutnya langsung disedot dengan investasi-investasi berikutnya sampai masuk uang puluhan miliar rupiah namun saat jatuh tempo akhir 2021 sampai awal 2022 tidak dapat ditutup/dikembalikan para terdakwa.
Oleh karena itu, para korban berharap Bawas MA mempelajari vonis tersebut. Jika ada intervensi dari pihak manapun maka majelis hakimnya diproses sesuai aturan main yang berlaku.
Selain itu, Bawas MA dan MA sendiri diminta agar menaruh perhatian pada proses kasasi perkara tersebut. “Kami berharap putusan kasasinya memenuhi rasa keadilan para korban yang telah kehilangan uang puluhan miliar rupiah,” kata Ricky. ***
Artikel Terkait
Jadikan Masker Ajang Tipu-tipu, Dituntut 3,5 Tahun Penjara
Ngaku Intelijen Anggota BAIS, Tipu Korban Rp22 Miliar
Diduga Tipu-tipu, Bapak-Anak Dituntut 42 & 36 Bulan Di Dalam Bui
Tipu-tipu Merajalela, Sejumlah Bank Pun Diduga Digasak Rp 14 Triliun
Rugikan Puluhan Korban, Polda Jatim Sikat Mafia Tanah Berkedok Dana Investasi dan Pembangunan Perumahan