“Tindak kekerasan, pembekuan dan upaya kriminalisasi terhadap LPM Lintas tersebut telah mencederai kebebasan akademik yang telah dijamin UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,” terangnya.
Dalam surat terbuka untuk Rektor IAIN Ambon, tiga organisasi itu, pertama mendesak Rektor IAIN Ambon untuk mencabut Surat Keputusan Rektor Nomor 95 tahun 2022 tentang Pembekuan LPM Lintas dan pelaporan ke kepolisian. Pencabutan tersebut harus diikuti dengan memberikan jaminan kepada LPM Lintas untuk dapat melakukan aktivitas jurnalistiknya kembali.
Yang ke dua, mendesak Rektor IAIN Ambon untuk membentuk satuan tugas independen yang bertindak atas dasar kepentingan terbaik bagi korban untuk menindaklanjuti temuan LPM Lintas.
Selain itu, seluruh korban kekerasan seksual di lingkungan IAIN Ambon harus mendapat perlindungan tanpa diskriminasi dengan serta menjamin hak pendidikan dan kesehatan psikologisnya, serta menjamin tidak adanya tindakan administrasi yang menghalangi para korban untuk mendapatkan hak-haknya.
Ketiga Organisasi itu meminta Menteri Agama RI untuk turun tangan memastikan IAIN Ambon menjalankan kebebasan akademik seperti yang diatur oleh UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi, serta menghormati kebebasan berekspresi sesuai mandat konstitusi.
Polda Maluku juga diminta untuk mengusut tuntas tindak kekerasan yang dialami oleh pengurus LPM Lintas dan tidak memproses upaya kriminalisasi dari pihak-pihak tertentu terhadap LPM Lintas.
Baca Juga: Penggunaan Bodycam Harus Diterapkan Di Semua Polda
Seluruh pihak diminta menggunakan mekanisme hak jawab, hak koreksi dan pengaduan ke Dewan Pers jika keberatan terhadap isi pemberitaan media, termasuk produk jurnalistik LPM Lintas.
Pihak IAIN Ambon dalam berbagai tanggapan terkait kasus ini, mengaku, pihak LPM tidak menunjukkan bukti bahwa telah terjadi kekerasan seksual di IAIN Ambon. Karena itu pihak IAIN menggantikan pengurus lama dengan pengurus baru. ***