• Jumat, 22 September 2023

Kemenperin Susun Strategi Tingkatkan Produksi Garam Lokal

- Jumat, 9 Oktober 2020 | 14:31 WIB
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasamita (tengah) didampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono (kedua kiri) dan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam (kedua kanan) berfoto bersama dengan jajaran direksi PT UnichemCandi Indonesia saat kunjungan kerja ke produsen garam di Gresik, Jawa Timur.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasamita (tengah) didampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono (kedua kiri) dan Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (Dirjen IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam (kedua kanan) berfoto bersama dengan jajaran direksi PT UnichemCandi Indonesia saat kunjungan kerja ke produsen garam di Gresik, Jawa Timur.

JAKARTA: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pemenuhan garam industri di tanah air. Kebijakan tersebut berangkat dari kebutuhan garam sebagai bahan baku sektor manufaktur yang diproyeksikan akan terus meningkat setiap tahunnya. 

”Kebutuhan garam pada 2020 mencapai 4,4 juta ton, dengan 84% dari angka tersebut merupakan kebutuhan industri manufaktur, ditambah adanya pertumbuhan industri eksisting 5-7% serta penambahan industri baru,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Jumat (9/10/2020). 

Total kebutuhan garam untuk bahan baku sektor manufaktur belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri pengolahan garam di dalam negeri, sehingga dilakukan impor untuk mengisi kebutuhan tersebut. 

Sebagai bahan baku industri, garam lokal masih perlu peningkatan dalam segi kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan kepastian harga.

“Impor garam sebenarnya merupakan keterpaksaan, demi menjamin kepastian pasokan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, khususnya sektor alkali (chlor alcali plant/CAP), pulp, kertas, aneka pangan, farmasi, kosmetik, dan pengeboran minyak,” tutur Menperin.

Nilai tambah pada garam diperoleh melalui proses produksi. Hasil pengolahan garam impor akan diekspor kembali dengan proyeksi nilai yang lebih besar. 

Menperin menyontohkan, pada tahun 2019, nilai impor garam industri sebesar 108 juta dolar AS, sedangkan ekspor produk yang dihasilkan mencapai 37,7 miliar dolar AS.

Namun demikian, pemerintah juga terus berupaya memrioritaskan peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri, di antaranya melalui perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi baik di lahan maupun di industri pengolah garam. Untuk mendukung upaya ini, Kemenperin terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain.

“Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal untuk sektor industri,” ujarnya. 

Di antaranya, implementasi teknologi garam tanpa lahan yang merupakan garam dari rejected brine Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kemudian mendorong pabrik pemurnian garam rakyat menjadi garam industri. “Ini telah dibangun di Gresik dengan kapasitas 40 ribu ton,” paparnya.

Selanjutnya dilakukan perbaikan lahan pergaraman dengan pembenahan lahan pergaraman terintegrasi minimum 400 hektare. “Pemerintah juga mendorong investasi pembangunan lahan garam industri di Nusa Tenggara Timur serta mendorong revitalisasi dan pengembangan pabrik garam farmasi oleh PT Kimia Farma,” lanjutnya.

Unichemcandi Indonesia

Dalam upaya mendorong pembangunan industri garam nasional yang berdaya saing dan berkesinambungan, Kemenperin juga meminta masukan dari para pelaku industri pengolahan garam. 

Langkah tersebut untuk menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan kondisi di lapangan, di antaranya dari PT Unichemcandi Indonesia.

Halaman:

Editor: Laksito Adi Darmono

Terkini

Paramount EazyHome 2023, Produk Properti Unggulan

Kamis, 21 September 2023 | 13:31 WIB
X